Total Tayangan Halaman

Jumat, 15 April 2011

TUGAS ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA " GARA - GARA DONNA "

tulisan Bahasa Indonesia 2 ” Gara – Gara Donna “


Gara – Gara Donna

Rrring… jam weker di kamar Ratih berbunyi nyaring. Ratih terbangun. Ups, sudah jam 5.30 pagi. Padahal, matanya masih berat menahan kantuk. Kepalanya rasanya nyut – nyutan pusing.

Ratih tersentak ketika matanya menatap tumpukan buku kimia di atas meja belajarnya. Hah, ia belum belajar untuk ulangan.

Semalam Ratih dan Donna keasyikan berdisko di Blue Moon Discotheque. Sebenarnya Ratih sudah menolak ajakan sobat kentalnya itu. Tapi, siapa sih yang nggak tahu bagaimana manjurnya bujuk rayu Donna. Akhirnya, jadi deh mereka ke sana.

Akibatnya jelas. Ratih tak sempat menghadapi rumus – rumus kimia organic bahan ulangan pagi ini. Berpikir begitu Ratih langsung bangkit dari tempat tidur. Ratih memutuskan untuk datang lebih pagi ke sekolah hari ini. Barangkali dengan belajar di kelas, ia bisa mengikuti ulangan dengan sukses.

o….o.. rupanya Donna sudah datang lebih dulu. Ia asyik menunduk di bangkunya. Hmmm….. apa yang dilakukannya ya? Tangannnya sibuk membuat catatan diatas… meja!

“Heh, ngapain kamu nyoret – nyoret meja?” Tanya Ratih heran.

“Sssst, jangan keras – keras.” Bisik Donna sambil menarik tangan Ratih agar mau duduk di sampingnya.

Ratih terdiam.

“ Lihat, mejaki ini sepintas, kan bersih, padahal ada coretan rumus kimianya, lho.” Bisik Donna sambil menunjuk meja di hadapannya.

Diam – diam Ratih mengakui, selain cantik dan genit Donna punya banyak akal. Pantas saja nilai ulangannya nggak pernah jeblok, walau hampir tiap malam ia pergi ke diskotik.

Ratih beringsut ke bangkunya. Diambilnya pinsil 2B yang runcing miliknya. Pelan – pelan digoreskannya rumus – rumus kimia itu di meja coklatnya. Rumus asam, basa yang dioksidasi sampai yang direduksi, semua komplit.

“ Hai Ratih, rajin amat jam segini sudah datang?” Tanya Wawan, ketua kelasnya.

Sumpah mati, jantung Ratih hampir copot rasanya. Refleks ditutup mejanya dengan buku catatan kimianya. Dengan panik dibukanya halaman buku cetak kimia. Ratih pura – pura membaca buku tersebut dengan tampang sok serius.

“Ngg….. nggak, aku lagi hafalin rumus nih! Dari semalam, rumusnya nggak nempel – nempel juga. Kenapa ya?” Tanya Ratih gugup.

Wawan menatap Ratih dengan mimk tak percaya. Sebagai teman sekelas Wawan tahu banget siapa Ratih. Anaknya rajin, catatannya selalu rapi dan cerdas.

“Yang mana sih, yang kamu gak hapal?”

“Semua” jawab Ratih ketus. Ups, Ratih kaget sendiri. Lho, kok jadi judes begini? Pikirnya dalam hati.

“O….” kata Wawan sambil melangkah pergi. Begitu Wawan pergi. Ratih kembali menuliskan rumus alkana.

Upfh, akhirnya selesai juga. Deretan rumus itu tampak berkilau. Ratih menarik nafas lega. Kali nilai ulangannya tak bakalan jelek.

Ratih berjanji cukup sekali saja dia berbuat curang. Lain kali dia nggak bakalan mau di ajak keluar malam lagi. Apalagi kalau besoknya ulangan.

Kelas mendadak senyap saat sosok tinggi besar Pak Endy masuk. Tiba – tiba Ratih merasa berdebar – debar. Apalagi saat pak guru berkumis tebal itu membagikan kertas soal.

“ Anak – anak, sekarang bapak akan memutar letak duduk kalian,” tegas Pak Endy. Ratih terlonjak.

Ini di luar dugaan. Biasanya Pak Endy tak pernah pakai acara memutar letak duduk semua siswa di kelas ini. Berarti, ya… berarti Ratih akan ditempatkan di depan. Wah, bahaya besar mengancam.

Keringat dingin Ratih lansung menetes segede – gede biji jagung. Sebab, duduk di depan berarti Ratih tak punya kesempatan mengintip hasil karyanya yang terukir manis di atas meja itu. Apalagi untuk nanya – nanya rumus. Duh, tak ada ampun deh!

Sedangkan menukar mejanya ke depan, wah lebih mustahil lagi? Masak iya, mejanya juga harus diangkut juga ke depan.

“Hayo nona Ratih, silakan pindah ke depan. Tunggu apalagi,” kata Pak Endy dengan suara menggelegar.

Ratih mendongak. Oh, rupanya Buyung, Yan, Ida dan yang lainnya sudah bertukar posisi. Cuma dia yang belum bergeming.

Sekilas diliriknya Donna yang duduk di belakangnya. Cewek cantik itu telah duduk manis dengan tampang tak berdosanya. Tenang sekali. he…..he… soalnya ia duduk sebangku dengan Advin yang jagoan kimia itu.

Bukan main gondoknya Ratih. Gara – gara rayuan Donna untuk bersenang – senang di arena disko semalam, kini Ratih terpaksa membiarkan kertas ulangannya di hiasi angka 3.

“ Donna.. Donna awas kamu!” rutuk Ratih dalam hati.

Sumber : Majalah Gadis

Analisis cerita : menurut saya cerita yang disajikan dalam cerita ini kurang begitu menarik. Karena dalam cerita ini hanya menceritakan tentang “Aku” dimana peran aku dalam cerita tersebut sedang panik dalam menghadapi masalahnya tanpa menceritakan peran individu – individu lainnya. Cerita ini patut kita jadikan sebagai bahan pelajaran hidup agar kita sebagai siswa atau siswi tidak mencontoh kejadian yang tidak baik seperti cerita di atas dengan pergi bersenang – senang ke diskotik, dan akibatnya dia ( Ratih ) harus menanggung semua resiko yang menimpanya, yaitu mendapati nilai ulangan dengan angka 3 yang sebelumnya mungkin belum pernah ia dapati sebab dalam cerita tersebut ada seorang teman yang bernama Wawan memberitahukan kepada pembaca bahwa si Ratih tersebut anaknya pintar dan cerdas, anaknya juga rajin. Cerita ini juga harus dijadiakan pengalaman hidup bagi si anak maupun orangtua. Peran orangtua dalam keluarga sebenarnya harus berperan penting, karena keluargalah yang mendukung kita agar kita bisa termotivasi untuk bisa melakukan hal – hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Orang tua juga harusnya bisa memantau perkembangan anak jangan membiarkan si anak tersebut pergi keluar malam – malam, walaupun hanya sekedar alasannya belajar bersama. dalam cerita ini banyak yang bisa kita pelajari, jangan sekali – sekali kita menuruti apa kemauan teman kita yang bisa membawa dampak buruk bagi kita, kalau membawa dampak yang positif boleh kita ikuti, tapi kalo membawa dampak yang buruk janganlah kita ikuti, karena apabila kita mengikutinya setiap saat kita akan terus – menerus menuruti.

Nama : Megawati

Kelas : 3 Ea 10

NPM : 10208791

Tidak ada komentar:

Posting Komentar